JAKARTA: Kopi merupakan primadona produk indikasi geografis Indonesia. Setiap daerah memiliki kopi yang memiliki aroma dan cita rasa khas masing-masing. Keunikan kondisi tanah dan udara membuat rasa kopi berbeda-beda dari satu daerah dengan daerah lainnya.
Indonesia merupakan salah satu produsen dan eksportir kopi terbesar di dunia. Ekspor kopi Indonesia meliputi jenis kopi robusta, arabika. Beberapa kopi yang diekspor tersebut telah mendapat sertifikat indikasi geografis yang diterbitkan oleh Ditjen Kekayaan Intelektual KemenkumHAM.
Indikasi Geografis adalah bagian dari kekayaan intelektual. Dia merupakan tanda yang menunjukan daerah asal suatu barang atau produk. Karena faktor lingkungan geografis mampu memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang atau produk yang dihasilkan sehingga mampu meningkatkan nilai jual barang atau produk tersebut. Faktor lingkungan geografis tersebut dapat berupa faktopr alam dan f aktor manusia atau kombinasi dari faktor alam dan manusia.
Faktor alam dan faktor manusia atau kombinasi keduanya akan menghasilkan reputasi, kualitas dan karakteristik khusus suatu produk di daerah. Kopi Arabika Gayo misalnya, menunjukkan asal kopi, yaitu daerah Gayo di Provinsi Aceh.
Pemerintah pertama kali memberikan sertifikat indikasi geografis untuk produk kopi Arabika Kintamani Bali pada tahun 2008. Setelah kopi Arabika Kontamani, banyak pemerintah daerah yang memiliki kopi yang memiliki cita rasa yang khas terpacu untuk mendapatkan perlindungan sebagai produk indikasi geogarafis. Tidak saja kopi, banyak produk perkebunan dan pertaniannya lainnya seperti lada, gambar, beras, teh tembakau dan produk manufaktur lainnya didaftarkan sebagai produk indikasi geografis.
Menuru data Ditjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM sampai sat ini sudah tercatat sebanyak 140 permohonan pendaftaran produk indikasi geografis yang berasal dari dalam dan luar negeri yang diajukakan kepada pemeritah. Dari jumlah itu, produk kopi tercatat paling banyak dan menjadi primadona produk indikasi geografis. Selama tahun 2020 (sampai September 2020) tercatat ada empat permohonan produk kopi untuk mendapatkan pengakuan sebagai produk indikasi geografis dari Ditjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM.
Keempat produk kopi itu adalah Kopi Arabika Hyang Argopuro dari Kabupten Bondowoso Provinsi Jawa Timur, Kopi Robusta Sumatera Marangin, Kopi Arabika Tapanuli Utara provinsi Sumatera Utara dan Kopi Robusta Manggarai dari Prpvinsi Nusata Tenggara Timur (NTT).
Menurut dokumen permohonan indikasi geografis produk Kopi Arabika Hyang diuraikan Kabupaten Bondowoso merupakan salah satu daerah strategis dan berpotensi menjadi penghasil kopi berkualitas di Provinsi Jawa timur.
Daerah Kabupaten Bondowoso dibagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah barat merupakan pegunungan Argopuro (bagian dari Pegunungan Hyang), bagian tengah berupa dataran tinggi dan bergelombang, sedang bagian timur berupa pegunungan (bagian dari Dataran Tinggi Ijen).
Di wilayah barat yang merupakan lereng Pegunungan Argopuro banyak dijumpai komoditas kopi khususnya arabika. Ketinggiannya bervariasi antara 900 m dpl (di atas permukaan laut) sampai dengan 1300-an m dpl. Kabupaten Bondowoso memiliki suhu udara yang cukup sejuk berkisar 15,40 derajat Celcius sampai 25,10 derajat Celcius dengan tingkat kelembaban sekitar 60.5%, sedangkan rata-rata curah hujan tahunan 2.499 mm/tahun, dan bulan kering 3-4 bulan per tahun.
Hasil analisis sifat tanah pada areal pertanaman kopi arabika lereng Hyang Argopuro di Kabupaten Bondowoso yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia menunjukkan kondisi tanah nya memiliki tingkat kesuburan yang tinggi.
Kopi Arabika Hyang Argopuro memiliki konsistensi cita rasa kopi yang khas seperti rempah (spicy), nutty, dan karamel (caramelly). Hasil itu berdasarkan data citarasa tahun 2019 dengan score nilai di atas 80,00. Bila ditinjau dari hasil uji mutu fisik, maka Kopi Arabika Hyang Argopuro termasuk mutu 2.
Secara administratif, kawasan Indikasi Geografis Kopi Arabika Hyang Argopuro ini mencakup 5 Kecamatan, yaitu Kecamatan Pakem, Maesan, Curahdami, Binakal, dan Grujugan. Kopi arabika khususnya di kawasan Argopuro-Bondowoso mulai dikembangkan pada tahun 1980-an. Sebelum itu, kopi di kawasan ini sudah ada sejak jaman Belanda namun tidak berkembang akibat hama kera. Kopi arabika yang ditanam tahun 1980-an.
Jenis produk kopi yang dihasilkan oleh Perhimpunan Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (PMPIG) Kopi Arabika Hyang Argopuro sebagai pemohon berupa kopi biji (green bean), kopi sangrai (roasted bean) dan kopi bubuk (ground coffee).
Biji Kopi Robusta Pasuruan dihasilkan dari proses pengolahan yang dilakukan dengan metode secara olah basah. Permohonan perlindungan Indikasi Geografis yang diusulkan PMPIG Kopi Arabika Hyang Argopuro dengan maksud agar kekhasan citarasa
Indonesia disebut sebagai salah satu negara dengan potensi pemasar kopi terbaik di dunia. Hal itu didasarkan atas Indonesia memiliki banyak ragam cita rasa kopi yang paling diminati oleh konsumen di dunia bila dibanding negara-negara Asean lainnya. Menurut data, Indonesia memiliki pasar kopi yang pertumbuhanya paling cepat jika dibandingkan dengan negara-negara seperti Turki, India, Vietnam atau Chile. Pertumbuhahan pasar kopi Indonesia selama pruode 2012-2016 mencapai 19,6%.
Di antara kopi Indonesia yantg terkenal di pasar Eropa adalah Kopi Gayo yang sudah mendapat sertifikat indikasi geografis dari pemerintah pada tahun 28 April 2010. Kopi Gayo Aceh memiliki potensi ekonomi yang besar di Uni Eropa. Orang Eropa menikmati kopi Gayo karena crikhas dan cita rasa dan aroma yang ada pada kopi tersebut (suwantin oemar)