JAKARTA: Kopi robusta asal Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu kini diajukan permohonan pendaftaran ke Ditjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM untuk mendapatkan pengakuan dari pemerintah sebagai produk indikasi geografis.
Permohonan yang diajukan oleh Masyarakat Penggiat Perlindungan Indikasi Georfais Kopi Robusta Kabuapten Rejang Lebong (MP2IG-KRRL) kini masih dalam proses pemeriksaan untuk mendapatkan sertifikat sebagai bukti pengakuan pemerintah terhadap kopi robusta Rejang Lebong.
Pengakuan dari Ditjen Kekayaan In telektual sebagai produk indikasi geografis terhadap kopi robusta Rejang Lebong sangat penting artinya bagi masyarakat yang tergabung dalam MP2IG-KRRL. Pengakuan itu menunjukkan bahwa kopi Rejang Lebong memiliki cita rasa yang khas dan unik, sehingga menjadi kebanggaan bagi masyarakat daerah setempat.
Sejak jaman dahulu, provinsi Bengkulu menjadi wilayah penghasil salah satu kopi terbaik di Indonesia. Banyak daerah kabupten penghasil kopi jeinsi robusta maupun arabika di Bengkulu seperti Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Rejang Lebong, Seluma, Daerah Bengkulu Tengah, Bengkulu Selatan, dan Bengkulu Utara.
Rejang Lebong, salah satu daerah penghasil kopi terbesar di Bengkulu. Sebagian besar warga hidup dari bertanam kopi jenis robusta. Produksi daerah ini sebagian besar dipasarkan ke berbagai daerah antara lain Lampung dan Jawa.
Para penikmat kopi sejati akan lebih suka menikmati kopi Rejang Lebong sebagaimana aslinya, yakni black coffee. Bagi para penikmat kopi, kopi Bengkulu terkenal memiliki tone rasa cokelat, dan tingkat keasaman relatif lebih tinggi.
Menurut dokumen permohonan pendaftaran produk indikasi geografis, wilayah kopi robusta Rejang Lebong terletak pada dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan yang sebagian besar daerahnya berada pada ketinggian antara 500 meter sampai dengan 1.000 meter diatas permukaan laut (dpl).
Kawasan yang termasuk dalam pegunungan Bukit Barisan tersebut umumnya memiliki relief tanah yang didominasi perbukitan, sehingga sangat cocok untuk budidaya kopi jenis robusta. Daerah pertanaman kopi Robusta di Kabupaten Rejang Lebong terdapat dua musin yaitu musim kemarau dan musim penghujan seperti daerah tropis lainnya.
Rata-rata curah hujan pada 10 tahun terakhir tercatat 1.303 hingga 3.137 mm/tahun, dengan rata-rata 1.783 mm/tahun. Daerah ini juga memilki iklim yang sejuk dengan suhu rata-rata minimum 20°C dan maksimum 25°C, dengan kelembaban nisbi rata-rata 85,5%.
Jenis Tanah di Kabupaten Rejang Lebong umumnya terdiri dari Andosol, Regosol, Podsolik, Latasol dan Alluvial dengan tekstur tanah sedang, lempung dan sedikit berpasir dengan pH tanah 4,5 –7,5. Menilik pertimbangan-pertimbangan di atas, masyarakat petani kopi Robusta Rejang Lebong bermaksud meningkatkan daya saing dan nilai tambah dari hasil budidaya mereka untuk mendapatkan pengakuan atas mutu dan kekhasan produk ini.
Perjalanan masyarakat setempat untuk mengajukan kopi robusta sebagai produk indikasi geografis dimulai pada Juni 2018. Masyarakat Penggiat Perlindungan Indikasi Geografis Kopi Robusta Kabupaten Rejang Lebong (MP2IG-KRRL) secara resmi telah dibentuk berdasarkan Keputusan Bupati Rejang Lebong tentang Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Kopi Robusta Kabupaten Rejang Lebong.
Nama Indikasi Geografis yang diusulkan untuk didaftarkan di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM adalah Kopi Robusta Rejang Lebong Bengkulu, dimana pengolahannya dilakukan secara olah basah giling kering maupun olah kering berupa gelondong kering dan pecah kulit.
Perlindungan Indikasi Geografis ini merujuk pada kopi ose (kopi beras / green coffee), kopi sangria (roasted coffee), dan kopi bubuk (ground coffee), yang dihasilkan dari Kopi Robusta Rejang Lebong Bengkulu.
Pemerintah daerah di seluruh Indonesia kini terus menggali potensi produk indikasi geografis untuk didaftarkan ke Ditjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM guna meningkatkan penyebaran perekonomian daerah.
Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.
Ditjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM telah mencanangkan tahun 2018 sebagai tahun indikasi geografis, sehingga setiap Kantor wilayah Kemenkum dan HAM diminta proaktif membantu masyarakat dalam perlindungan Indikasi Geografis.
Dari kebijakan tersebut terlihat kecendrungan peningkatan jumlah permohonan indikasi geografis dari tahun ke tahun. Pada tahu 2017, jumlah permohonan indikasi geografis baru tercatat sebanyak 15 permohonan, setahun kemudian (2018) meningkat menjadi 33 permohonan. Terjadi peningkatan lebih dari 100%.
Dirjen Kekayaan Intelektual, Freddy Harris, pernah mengatakan bahwa Indonesia memiliki bermacam-macam sumber daya alam yang masing-masing memiliki kekhasannya masing-masing, dan itu bisa didaftarkan sebagao produk indikasi geografis asalkan memenuhi syarat sesuai yang ditentukan oleh undang undang.
Produk indikasi geografis tersebut, kata Dirjen, tidak saja terkait dengan sumber daya alam, tapi juga kerajinan dan hasil industri. “Semuanya bisa diajukan pendaftaran ke Ditjen Kekayaan Intelektual supaya mendapat perlindungan hukum, “katanya. (su)