Oleh Suwantin Oemar
Bisnis Indonesia
JAKARTA: Tingkat persentase pembajakan software di dalam negeri, sebagaimana dirilis oleh Business Software Alliance pada tahun ini cukup tinggi, mencapai 87%. Angka sebesar itu hampir sama dengan yang terjadi di beberapa negara di Afrika. Dengan angka itu berarti dari total software yang beredar di dalam negeri hanya 12% yang asli, sisanya barang bajakan.
Hampir semua perangkat lunak telah dibajak bisa berbentuk sistem operasi, antivirus, pengolah gambar dan lain-lain.
Menurut hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh LPEM-Fakultas Ekonomi UI bekerja sama dengan Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) belum lama ini terungkap bahwa banyak faktor penyebab maraknya pembajakan.
Pertama, masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya penggunaan produk asli.
Kedua, harga software asli jauh lebih mahal dari pada produk bajakan, sehingga konsumen lebih memilih produk bajakan.
Ketiga, belum adanya keteladanan dari pemerintah untuk menggunakan produk asli.
Tingginya tingkat pembajakan software tersebut memberi kontribusi besar terhadap citra buruk penegakan hukum di bidang hak kekayaan intelektual (HaKI), sehingga Indonesia masuk dalam peringkat priority watch list.
Pada tahun ini, United States Trade Representative (USTR) menempatkan Indonesia bersama 13 negara mitra dagang utama AS pada posisi priority watch list. Negara tersebut antara lain Argentina, Kanada, Cilie, China, Costa Rika, India. Filipina, Rusia, Spanyol. Thailand, Ukrania dan Vietnam
USTR setiap tahun April menerbitkan daftar negara yang masuk dalam pengawasan terhadap mitra dagangnya berkaitan dengan kepatuhan terhadap hak cipta.
Level pertama, adalah priority foreign country. Negara yang masuk dalam list itu menunjukkan masalah tingkat pembajakan hak cipta sangat serius.
Level kedua priority watch list. Negara yang masuk dalam daftar ini menunjukkan tingkat pembajakan hak cipta masih tinggi (lampu kuning), sehingga perlu mendapat pengawasan khusus oleh AS.
Level ketiga watch list. Negara yang masuk dalam daftar ini masih melakukan pelanggaran dan pembajakan hak cipta.
Menurut Justisiari Perdana Kusumah, Ketua Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI) berpendapat bahwa tingginya tingkat pembajakan software tersebut tidak saja merugikan perusahaan software, tapi juga berdampak kepada pemasukan pajak ke pemerintah.
“Jadi masalah pembajakan itu bukan saja urusan privat perusahaan, tapi juga berdampak kepada pemerintah yaitu berkurangnya pemasukan pajak. Bisa dibayangkan berapa besar pajak yang hilang dari peredaran software bajakan karena tidak ada pajak,”katanya.
Dari segi bisnis, katanya, perusahaan dirugikan karena hilangnya potensi profit. “Aksi pembajakan tersebut tidak mendukung iklim bisnis pengembangan software di dalam negeri serta mematikan kreativitas para pencipta,”tambahnya.
Industri software di dalam negeri, katanya, jelas terpukul dengan maraknya pembajakan software itu. “Para programmer akan berpikir ulang untuk membuat program. Buat apa menciptakan software baru, kalau toh dengan mudah dibajak,”katnya.
Selain itu, menurut Justi, yang juga praktisi hukum dari kantor hukum K&K Advocates, bukan tidak mungkin para programmer handal di dalam negeri akan ke luar negeri karena kurangnya perlindungan terhadap karya cipta.
Sementara itui Chrisma Albanjar, Corporate Affair Director PT Microsoft Indonesia berpendapat bahwa maraknya pembajakan software tersebut tidak aja merugikan Microsoft, tapi juga mitra bisnis dan perusahaan sejenis di dalam negeri.
Lakukan edukasi
Microsoft, jelasnya, akan terus menerus melakukan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya penggunaan produk asli.
“Kita juga melakukan kampanye ke sekolah-sekolah. Ini penting supaya anak-anak sekolah tahu dan bisa membedakan produk software asli. Jangan sampai mereka jadi konsumer produk software palsu,”katanya.
Menurut Sudimin Mina, Director of License Compliance PT Microsoft Indonesia, dalam rilisnya, keamanan merupakan agenda utama bagi Microsoft untuk memastikan para pelaku bisnis dan konsumen memiliki software asli dan aman.
“Dealer yang menjual komputer dengan software bajakan memberikan risiko kepada konsumen dimana dampaknya akan dirasakan di kemudian hari, pada waktu yang tidak disangka-sangka,”katanya.
Menurut dia, para dealer yang menawarkan komputer dengan software bajakan tidak hanya menciptakan risiko persaingan tidak adil bagi dealer komputer yang dengan jujur menjual software asli.
Akan tetapi, katanya, juga menempatkan bisnis mereka pada posisi yang sangat berisiko terhadap penegakan hukum oleh pihak berwenang yang mulai menekan tingkat penggunaan software bajakan di kalangan bisnis.
Sementara itu Hidajat Tjokrodjojo, Presdir PT Realta Chakradarma berpendapat bahwa pembajakan software di dalam negeri tidak terlalu berpengaruh kepada perusahaan yang bergerak di bidang piranti lunak.
Perusahaan software di dalam negeri, jelasnya, lebih banyak membuat program khusus. “Kalau Microsoft jelas dirugikan dengan pembajakan tersebut karena perusahaan itu membuat program yang sifatnya terbuka dan penggunaannya untuk umum, sedangkan perusahaan software Indonesia membuat program khusus,”katanya.
Utterly composed content material , appreciate it for selective information .